analisis puisis rene wellek
ANALISIS PUISI BERDASARKAN STRATA NORMA WELLEK BERDASARKAN ROMAN INGARDENS
Puisi
merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang
terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Menurut Wellek
masing-masing norma dalam sebuah analisis puisi menimbulkan lapis norma
di bawahnya yaitu :
Lapis
norma pertama adalah lapis bunyi. Bila orang membaca puisi, maka yang
terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak
panjang, dan panjang. Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari
timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti, karena bunyi-bunyi yang ada
pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti. Bunyi-bunyi itu disusun sedemikian
rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat, dan bait yang menimbulkan
makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Rangkaian satuan-satuan arti
tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik
puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek-objek yang
dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan
sebagainya.
Penerapan
analisis puisi berdasarkan strata norma menurut Wellek berdasarkan
Roman Ingardens akan dijelaskan dalam analisis puisi CINTAKU JAUH DI
PULAU karya Chairil Anwar.
CINTAKU JAUH DI PULAU
(Chairil Anwar)
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
1. Analisis lapis pertama (bunyi)
Analisis puisis dengan lapis bunyi yaitu menggunakan bunyi-bunyi yang dipilih berdasarkan yang bunyi-bunyi yang bernada. Misalnya pada puisi Cintaku Jauh Di Pulau, pada baris pertama puisi tersebut ada pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama(asonansi) yaitu a dan u, pada baris kedua ada Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan atau rima awal(aliterasi) yaitu s (gadis manis sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua terdapat pengulangan bunyi vocal a (melancar – memancar – si pacar – terang – terasa), dan juga terjadi pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan yaitu l dan r (melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa).
Selain
itu ada pula rima teratur yang terdapat pada puisi iniyaitu terdapat
pada bait 1 dan bait terakhir yang memiliki rima yang sama (a b), yang
terletak diantara bait-bait yang berpola rima a a – bb. Rima konsonan
dari “memancar – si pacar” bertentangan dengan rima “terasa – padanya”
yang merupakan bunyi vokal. Rima “kutempuh – merapuh” (konsonan)
bertentangan dengan rima vokal “dulu – cintaku”. Rima yang berupa
asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi sebagai lambang rasa
sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa tertentu.
2. Analisis lapis kedua (arti)
Untuk
menganalisis arti, kita berusaha memberikan makna pada bunyi, suku
kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna
seluruh puisi. Contohnya analisis makna per kalimat, per bait dan
akhirnya makna seluruh puisi. Contoh analisis puisi berdasarkan tiap
bait yaitu pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ yaitu:.
Analisis
bait “Cintaku jauh di pulau” pada bait ini menandakan bahwa kekasih
tokoh aku berada di pulau yang jauh. ”Gadis manis sekarang iseng
sendiri” pada bait ini artinya kekasih dari tokoh aku tersebut adalah
seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa
kehadiran tohoh aku. Pada bait “Perahu melancar, bulan
memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar” Analisis pada bait
tersebut menandakan bahwa tokoh aku menempuh perjalanan yang jauh
dengan perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. “Angin membantu, laut
terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya” pada saat itu cuaca
sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan
sampai pada kekasihnya.
Pada
bait selanjutnya “Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke
pangkuanku saja”. Pada bait ini menceritakan perasaan tokoh aku yang
semakin sedih karena meskipun air terang, angin mendayu, tetapi
perasaannya mengatakan bahwa ajal telah memanggilnya.
Bait
selanjutnya yaitu “Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang
bersama ‘kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu, sebelum sempat
berpeluk dengan cintaku?! menunjukkan bahwa tokoh aku putus asa. Dia
telah bertahun-tahun berlayar demi bertemu dengan kekasihnya, bahkan
perahu yang membawanya sudah hampir rusak, namun ternyata kematian
menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.
“Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri” pada
bait ini menandakan bahwa tokoh aku khawatir terhadap kekasihnya, bahwa
setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam
penantiannnya selama ini yang selalu sendiri dengan sia-sia.
3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
Pada analisis lapis arti sebelumya menimbulkan lapis ketiga yaitu berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Dalam
menganalisis puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan
adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air
laut, dan ajal. Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedangkan latarnya
di laut, pada malam hari yang cerah dan berangin.
Jika
objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi
digabungkan, maka akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi.
Ini merupakan dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya.
Contohnya berdasarkan puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat
menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut :
Kekasih
tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena ingin
menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si
aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik
untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak
akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan
sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil
karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati
kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian. Dalam puisi tersebut
digambarkan perasaan-perasaan tokoh si aku yaitu : senang, gelisah,
kecewa, dan putus asa. Selain itu juga dapat di lihat terdapat unsur
metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas,
unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun
segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan
segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai
apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu.
Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia
belaka. Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam
puisi namun dapat dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’
memberi gambaran bahwa pacar si aku ini sangat menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar