Sejarah, unsur-unsur dan kelemahan strukturalisme.
Strukturalisme dalah faham atau pandangan yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudayaan memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du Structuralism sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya di Prancis.
Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan sebagai
masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang konsep
strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan. Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris, structuralism; latin struere (membangung), structura berarti bentuk bangunan. Struktualisme berkembang pada abad 20, muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis.
Teori struktural memiliki prinsip-prinsip dasar yaitu diantaranya:
a. Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom atau berdiri sendiri
b. Karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun karya sastra
c. Makna sebuah karya sastra hanya dapat diungkapkan atas jalinan atau keterpaduan antarunsur
Teori struktural memandang teks sastra sebagai satu struktur dan antar unsurnya
merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang saling
terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna. Menurut
Abrams, teori struktural adalah bentuk pendekatan yang obyektif karena
pandangan atau pendekatan ini memandang karya sastra sebagai suatu yang
mandiri. Ia harus dilihat sebagai obyek yang berdiri sendiri, yang
memiliki dunia sendiri, oleh sebab itu kritik yang dilakukan atas suatu
karya sastra merupakan kajian intrinsik semata. Abrams menambahkan,
bahwa suatu karya
sastra menurut kaum strukturalisme merupakan suatu totalitas yang
dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya.
Teori
struktural memandang teks sastra sebagai satu struktur dan
antarunsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari
unsur-unsur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang
lengkap dan bermakna. Cara
kerja dari teori struktural adalah membongkar secara struktural
unsur-unsur intrinsik, yaitu dengan mengungkapkan dan menguraikan
unsur-unsur intrinsik. Analisis struktural yang menekankan otonomi teks
sastra, menurut Teeuw, ternyata belum merupakan
teori sastra. Bahkan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan
lengkap sehingga dapat membahayakan pengembangan teori sastra. Analisis
berdasarkan konsep otonomi karya sastra juga menghilangkan konteksnya
dan fungsinya. Akibatnya, karya sastra itu terasing dan akan kehilangan
relevansi sosial budayanya. Makna
karya sastra (puisi, cerpen, novel) tidak hanya ditentukan oleh
struktur itu sendiri, tetapi juga latar belakang pengarang, lingkungan
sosial budaya, politik, ekonomi dan psikologis pengarangnya.
Faktor-faktor ekstrinsik yang disebutkan tadi memberikan andil yang
besar kepada pengarang untuk melahirkan karyanya. Mengingat sastra tidak
bisa dilepaskan dengan realitas kehidupan masyarakat, maka
faktor-faktor lingkungan, kebudayaan dan semangat zaman, tak bisa
diabaikan. Dengan demikian, gerakan otonomi karya sastra sesungguhnya
berarti menempatkan pada ruang yang terpencil. Dalam kaitan inilah
pendekatan struktural kemudian digugat karna dianggap terdapat kelemahan didalam analisisnya.
Sumber:
· Suara Karya, Sabtu, 6 November 2010
· Yusuf Kamal. 2009. TEORI SASTRA,Modul Mata Kuliah. IAIN Surabaya. Surabaya
· Luxemburg, Jan Van dkk. 1984. Penganter Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Satra. Jakarta. Pustaka Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar